• @pemoedaberkesenian | Yayasan Seni Teater Moksa

Serongsong Kegembiraan

Oleh Gabriela Alodia (Mejeng di Teater Moksa sejak 2 Oktober 2022)

post-image


Kring .. Kring .. Kring ..
Lonceng berbunyi dari kejauhan-suasana gelap-hanya ada lampu sorot yang menyala.
Lihat itu malam semakin sunyi,
Tertakjub bintang menari seperti mutiara yang terserak di langit gelap,
gemerisik pasir, lirih berbisik,
“Jangan takut,”
semakin kuat dan semakin nyata ucapnya,
“J-A-N-G-A-N T-A-K-U-T!”

Datang dari arah berlawanan. Kami ketakutan …. Kami bingung …. Kami gelisah …. Ahhh! Siapa dia?! Hening sebentar. Dari kejauhan nampak tiga sosok penuh kesederhanaan. Pakaiannya sungguhlah lusuh dan tidak berkelas. Tapi wajahnya? Amat berbeda dengan pakaiannya. Wajah berbinar penuh kebijaksanaan. Mengikuti jejak bintang, melangkah dengan harmoni. Mencari raja yang telah datang, katanya membawa janji. Kring .. Kring .. Kring .. Lonceng berbunyi dari kejauhan. Lampu mulai sedikit dinyalakan. Cahayanya itu semakin berbinar, wajahnya penuh damai. Dari kejauhan terdengar. Ucapnya, “Sukacita besar akan tiba!” Imbuhnya, “Membawa harapan, melepaskan duka!” Dengan kemenyan, emas dan mur di tangannya. Tiada harta penuh kemegahan dibawanya. Katanya, “Aku membawa hadiah penuh makna tidak ternilai harganya!” Imbuhnya, “Melepaskan banyak keresahan di Bumi yang mengikat jiwa!” KEMENYAN KepadaNya, hadiah terbaik kuberi. Harumnya semerbak, meliputi seluruh negeri. Memberi arti, hingga bergetar di hati. Asapnya lirih menembus cakrawala. Bersama doa Sang Juru Selamat. Menjadi simbol wewangian perdamaian. MUR KepadaNya, hadiah terbaik kuberi. Tidak wangi dan tidak Indah. Kepahitan, kematian, katanya, simbol sebuah penderitaan penuh pengorbanan goresan luka yang melahirkan kehidupan. Ahh … terjalin sebuah janji kehidupan. Sebuah tanda pengorbanan. EMAS KepadaNya, hadiah terbaik kuberi. Berkilau dalam kegelapan, bukan untuk tahta diberi, bukan untuk kemewahan dicari, namun kasihNya menyentuh hati yang sepi merasakan hadir sang raja sejati, kemuliaan dalam damai abadi. BAYI T’LAH LAHIR! Terdengar teriakan penuh sorak sorai. Berlari ke kota kecil itu dengan atau tanpa kemegahan. Mengayunkan kedua tangan, melambangkan kegembiraan. Nampak dari kejauhan sebuah kandang domba berkedok goa. Terbaring dalam palungan, penuh kesederhanaan. Semua berseru “BETLEHEM,” namanya, BETLEHEM! BETLEHEM! IMANUEL Terdengar teriakan. Dari sana terdengar, seorang bayi laki-laki telah lahir. Matanya sipit pun tidak atau melebar pun tidak, berkulit putih pun tidak, berkulit hitam pun tidak, berambut panjang pun tidak, berambut pendek pun tidak. Sahutnya IMANUEL! Sahutnya IMANUEL! Semakin keras terdengar IMANUEL! Lebih keras IMANUEL! Nak, lihat lilin itu bercahaya menyapa di segala penjuru. Hati berdebar hebat, dipenuhi iman, dengan harapan melekat. Ah cintaNya tiada tara. Nak, kini mata penuh air berharap jatuh dengan serongsong penuh kegembiraan. Menyalakan sukacita yang menggema di hati. Bisiknya, “Kabarkan kasih Tuhan dan jadilah terang bagi dunia!” 2024
img

2018, Merdeka Tanda Tanya

img

2019, Mati Konyol

img

2020, Bisikan Jiwa